Psikoedukasi

Imajinasi sebagai jembatan

Oleh Rico Aditama, S.Hum.

30 Januari 2021

Pernah ada masa kecerdasan diukur dengan faktor tunggal. Hal ini membawa kesan bahwa seorang yang cerdas akan disimpulkan berhasil dalam kehidupannya, atau sebaliknya. Hal ini turut mencuat sejak rasionalisme dan empirisme dicanangkan, sehingga memacu daya berpikir manusia satu dengan lain, untuk terus mengalami perkembangan, juga sebaliknya. Bahkan, peradaban manusia dengan usia yang terus bertambah, dan beban kegiatan yang didapat, akan menjadikannya sebagai individu yang mulai menepikan imajinasi, namun juga sebaliknya.

Lantas, bagaimana cara memahami imajinasi? Bagaimana imajinasi tetap relevan di masa pandemi dan di era digital? Dan bagaimana imajinasi ditampilkan di dunia pendidikan? Hal paling utama yakni dengan tidak menganggap imajinasi sebagai musuh. Memusuhi imajinasi dengan menepikannya dalam realitas, hanya akan memunculkan anggapan bahwa imajinasi sebagai takhayul, tidak keruan juntrungnya, bahkan membuat manusia kehilangan rasionalitasnya.

Mengutip seorang fisikawan, Albert Einstein, “Imagination is more important than knowledge.” Memahami kutipan tersebut tentu tidak bisa sendiri-sendiri. Keduanya sangat diperlukan, karena melalui imajinasi dan pengetahuannya, manusia dapat membayangkan dunianya dan menafsirkannya melampaui indrawinya. Hukum gravitasi Newton dan hukum Archimedes, ditemukan ketika keduanya sedang dalam keadaan terkantuk-kantuk.

Newton di bawah pohon apel dan Archimedes di dalam bath tub (Haidar Baghir: Hal.90). Imajinasi telah memberikan kontribusi terhadap inovasi dan revolusi di penjuru dunia, untuk sekarang dan selamanya. Selain itu, (Afiff, 2013) menjelaskan bahwa, “Imajinasi adalah proses kognitif yang merupakan kompleks kegiatan mental di mana unsur-unsur dalam kegiatan mental tersebut lepas dari sensasi indrawi.” Maka, ketika seorang sedang mengimajinasikan sesuatu, orang tersebut akan memadukan aspek-aspek dari ingatan, kenangan, atau pengalaman menjadi konstruksi mental yang berbeda dari masa lalu atau menjadi realitas baru di masa sekarang, atau bahkan sebagai antisipasi realitas di masa yang akan datang. Selanjutnya, (Murdowo, 2015), mengungkapkan bahwa pengertian imajinasi ialah kemampuan “menghadirkan realitas sebetulnya berkaitan juga dengan kemampuannya membentuk dunia virtual.” Contoh, kekuatan imajinasi seperti Virtual Reality (VR) dalam bentuk permainan dan video, melalui VR manusia bisa mensimulasikan sebuah dunia yang berbeda, hasil dari imajinasi. Contoh lain, “mobil terbang” yang pernah diramal oleh Henry Ford pada tahun 1940, dan baru diwujudkan pada tahun 2012 oleh perusahaan Amerika “Terrafugia”. Selain mobil terbang, turut ada “manusia terbang” yang bisa kita ditampilkan meskipun masih menggunakan alat bantu seperti mesin Jet yang digantung pada punggung dan ada juga yang ditempelkan pada telapak kaki manusia.

Melalui contoh di atas, manusia semakin disadarkan bahwa menghadirkan realitas berarti memasukkan hukum kausalitas ke dalam alam virtual buatan imajinasi, dan di dalamnya turut hadir kesadaran dan emosi. Melalui pengertian-pengertian di atas pula, manusia dapat semakin menampilkan kemampuan imajinasi dengan menampilkan salah satu fungsi, yakni "fungsi mental yang lebih tinggi," yang sering diasosiasikan dengan fantasi, angan-angan, atau bentuk pemecahan masalah secara orisinal yang berbeda dari biasanya.

Dinamika tentang imajinasi turut ada dalam dunia pendidikan. Kemampuan berkhayal atau berimajinasi diharapkan terus terjaga di setiap proses belajar. Kemampuan berimajinasi dalam dunia pendidikan jika diabaikan, akan berakibat hilangnya daya dalam berpikir dan belajar. Melalui imajinasi, pelajar akan mampu menghubungkan antara apa yang dibayangkannya dalam pikiran, dengan berbagai macam pertanyaan tentang kehidupan, hingga pertanyaan tersebut akan terpecahkan dan menjadi realitas yang dapat dipahami juga dimengerti. Melalui imajinasi, memungkinkan lahirnya hal-hal baru dalam hidup mereka. Berbagai macam inovasi dan temuan yang terkait dengan pengembangan ilmu pengetahuan sedianya akan terjadi. Di dalam dunia pendidikan, imajinasi diharapkan semakin menjadi komponen penting sebagai sarana untuk mengembangkan pendidikan yang berkualitas. Semua ini memiliki satu tujuan yang sama, yaitu mengusahakan bentuk pendidikan yang maksimal bagi peserta didik.

Apa yang penting dalam suatu proses imajinasi bukanlah isi dari imajinasinya, melainkan bagaimana mewujudnyatakan imajinasi tersebut. Menurut Bruder Jesuit, dalam sebuah karya tulis berjudul Imajinasi dan Pendidikan, ditemukan bahwa berimajinasi juga memiliki arti sebagai usaha untuk berinovasi, menemukan, mencari, bahkan mengambil resiko untuk melakukan sesuatu yang baru dan mungkin sebelumnya dibayangkan saja tidak mungkin. Melalui imajinasi, baik pendidik maupun peserta didik diharap dapat saling membangun “jembatan” yang ditampilkan dengan daya imajinatif yang realistis. Tanpa adanya usaha menghubungkan antara yang imajinatif dengan yang nyata, proses imajinasi hanya akan menjadi proses yang fiktif. Proses untuk menghubungkan antara yang imajinatif dengan yang nyata bisa melahirkan kreativitas. Kreativitas adalah proses daya cipta untuk menghasilkan sesuatu yang baru melalui perwujudan imajinasi didasari oleh realitas. Maka, pentingnya imajinasi sebagai proses pendidikan tidak perlu diragukan.

Saat ini, khususnya di masa pandemi Covid-19, pengetahuan adalah hasil dari harapan, kecemasan, dan semangat welas asih manusia yang dicapai dengan menggunakan imajinasi sebagai alatnya. Semangat masyarakat Yunani kuno telah membuktikan bahwa imajinasi memiliki peran penting sebagai sarana untuk memecahkan teka-teki kehidupan yang mereka miliki. Melalui mitos dan dongeng, mereka memperoleh pengetahuan atas apa yang terjadi dengan dunia di sekitar mereka. Pentingnya imajinasi juga dirasakan ketika sebuah metode pendidikan tidak lagi memadai sebagai sarana untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Melalui kemampuan imajinasinya, pendidik akan mendorong diri untuk menampilkan cara-cara baru yang mungkin belum pernah ia tampilkan sebelumnya.

Maka itu, diperlukan semangat pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan. Bisa jadi, pada saat inilah, imajinasi kembali menunjukkan peran pentingnya. Imajinasi tidak hanya digunakan sebagai alat untuk mencapai masa depan yang ideal dan lebih baik, tetapi juga mengantar kita untuk menjawab persoalan-persoalan konkrit yang ada. Dalam arti tertentu, imajinasi memiliki korelasi dengan kreativitas pada diri manusia. Dengan imajinasi, lahirlah berbagai macam inovasi dalam kehidupan manusia. Hal itu terbukti hingga ditemukannya berbagai macam sarana yang mendukung kebutuhan hidup manusia. Melalui imajinasi pula, manusia memiliki keberanian untuk menghadapi berbagai resiko dalam hidupnya. Sampai akhirnya, sejarah membuktikan bahwa imajinasi telah menjadi jembatan yang menghubungkan antara yang ideal dengan yang nyata, dalam konteks kehidupan sehari-hari oleh manusia. Dengan berbekal pemikiran yang imajinatif dan kreatif peradaban manusia bisa berharap adanya jalan keluar bagi tantangan di dunia pendidikan, khususnya di era digital dan pandemi covid-19.




Sumber:

Afiff, F. (2013). Berfikir imajinatif.

Murdowo, S. (2015). Imajinasi Sebagai Roh Kreatif Intelek Dalam Proses Kreasi Penciptaan Karya Seni. Imaji, 5(2). https://doi.org/10.21831/imaji.v5i1.6684

Haidar Baghir: Memulihkan Sekolah, Memulihkan Manusia; Hal.90

Jose Acry: Corona (Covid-19)Kekuatan Imajinasi yang Mengubah Dunia. 2020.

Bruder Jesuit | JESUIT BROTHER IN ACTION (wordpress.com)

https://mediaindonesia.com/humaniora/309520/belajar-tetap-kreatif-saat-pandemi-covid-19